Selasa, 22 Desember 2009

notesnya epoy

621874
gue suka notes ini, notes yang epoy tulis dari pengalaman pribadinya.


Kehilangan buah hati –terlebih diawal dia menatap dunia, memang menyakitkan. Tapi percayalah, meski dia pergi, tapi dia tetap ‘ada’ dan mengikuti setiap langkah orangtuanya dari tempat persemayamannya. Dan jika saatnya tiba, dia akan keluar, untuk menjemput mereka dengan kereta kencana dan membawa menuju istana yang abadi. Istana Tuhan. Di Surga.

Berita itu begitu mengejutkan dan bagai petir di siang bolong. Bagaimana tidak, kehamilan adik saya, Siska ternyata bermasalah. Hasil USG mengungkapkan ada benjolan di leher janinnya yang ukurannya cukup besar. Benjolan itu seperti tumor. Dan dokter sudah menvonis kalau janinnya lahir tidak selamat. Selama ini, janinnya bisa hidup karena makanan dari sang ibu. Tapi setelah lahir nanti, kemungkin besar dia tidak akan kuat dan tidak mampu bertahan lama.

Kami semua, ibu, kakak dan adiknya, kaget. Juga shock. Bagaimana tidak, vonis itu jatuh ketika usia kehamilannya 37 minggu. Tiga minggu lagi dia akan melahirkan. Awalnya kami semua surprise melihat hamilnya kali ini terlihat berbeda. Lebih besar dari biasanya. “Kembar kali, Sis.” Begitu selalu kami menggoda. Apalagi dari pihak suaminya, Salman, punya gen anak kembar. Bidan yang selama ini memeriksanya juga mengira dia hamil kembar. Dan Siska rupanya agak takut juga. Mungkin dia panik kalau anaknya benar-benar kembar. Mengingat sudah ada buntut tiga perempuan. Kalau harus menambah dua lagi, hhhh … pasti repot. Tidak heran kalau dia tidak mau di USG. “Nggak usah ah. Biar kejutan saja,” katanya, suatu ketika. Waktu saya tanya kenapa belum USG juga. Ternyata hasilnya memang mengejutkan. Benar-benar mengejutkan. Bikin shock semua orang. Terutama Siska dan Salman. Adik ipar saya.

Usai kabar itu, Siska mendadak sulit dihubungi. “Dia masih shock. Nggak mau ditemui. Nggak mau angkat telepon,” kata ibu saya. Kasihan Siska. Dan saya bisa mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Karena janin yang akan lahir kelak adalah anak yang begitu dinantikan. Anak lelaki. Bukan hanya dokter di Cibinong yang mengatakan janinnya tidak akan bertahan. Tapi juga dokter di RSCM. Apa penyebab benjolan itu, tidak ada yang tahu. Bahkan dokter di RSCM mengatakan kalau ini adalah kasus baru. Dan Siska diminta untuk melahirkan saja lewat operasi cesar di RSCM. Kabarnya, Siska makin shock. Dan makin sulit dihubungi lewat telepon.

Tapi ya sudahlah. Biar saja dia mencoba menenteramkan dirinya sendiri.Yang pasti dia tidak akan sendiri. Saya dan Chara, si bungsu, sibuk mencari dokter alternative untuk second opinion. Komunikasi hanya lewat kak Cheri, kakak kedua yang kebetulan tinggal dekat dengan Siska. Dialah yang selalu menguatkannya. “Biar saja dokter menvonis apa pun. Biar saja dokter bilang anak kamu tidak bertahan lama. Tapi itu baru vonis untuk sesuatu yang ghaib, yang masih ada di dalam perut dan kita belum tahu kenyataannya nanti seperti apa,” katanya menguatkan. “Tapi kita harus yakin, bahwa masih ada vonis yang lain. Vonis Allah. Jika Dia berkehendak lain, pasti hasilnya akan lain juga. Yang pasti, kita harus sabar, ikhlas dan berserah diri.”

Akhirnya saya mengajak dia untuk menemui dokter kandungan saya, Dr. Bahar di RS. Budi Kemulyaan untuk mendapatkan second opinion. Dokter ini adalah dokter favorit saya. Dua kurcaci saya lahir lewat bantuannya. Dokter ini bukan cuma sangat baik. Beliau juga selalu menentamkan hati pasiennya. Bahkan juga begitu murah hati.

Setelah memeriksa hasil USG, ternyata Dokter Bahar juga memiliki pendapat yang sama. Dari hasil pengamatan dokter lewat hasil USG, kondisi janin memang memprihatinkan. Ada benjolan cukup besar di lehernya. Jika ukuran kepala bayi sekitar 9 cm, maka ukuran benjolan itu sekitar 13 cm. lebih besar dari ukuran kepala bayinya. Dokter juga memperkirakan jika lahir, sang bayi tidak akan bertahan lama.

Dokter lalu memberikan dua solusi. Sang janin dikeluarkan segera, tanpa harus menunggu hingga usia 40 minggu dengan proses cesar. Apalagi kondisi janin saat itu melintang. Jadi memang mesti secepatnya dilakukan tindakan. Apa pun yang terjadi dengan sang bayi, jika dia lahir kelak, maka sebaiknya diperlakukanlah dengan sepantas-pantasnya. Tidak perlu terlalu berlebihan. Atau jika sang ibu mau menunggu hingga waktunya melahirkan biasa dan dengan jalan persalinan normal, tapi dengan resiko cukup tinggi. Karena jika kepala sang bayi bisa dikeluarkan, ada resiko benjolannya akan pecah. Belum lagi ternyata perut bayinya membesar. Jadi bukan hanya membahayakan kondisi bayi, tapi juga jalan lahir sang ibu.

Siska seperti terhenyak. Tapi dia berusaha terlihat tenang dan kuat. Meski saya tahu, mungkin hatinya porak poranda. Saya, yang ikut menemani, hanya bisa mengamati diam-diam. Prihatin, sudah pasti. Tapi mungkin – seperti Dokter bilang – apa pun yang terjadi, semua itu adalah kehendak Allah. Dan kita sebagai manusia hanya bisa berusaha untuk melakukan yang terbaik. Toh, dokter mengingatkan. Ketika seseorang mengalami musibah atau situasi yang buruk dan tidak diinginkan …. Hal itu bukan lantaran dia orang jahat. “Kamu tahu … sahabat nabi … bagaimana mereka tidak baik …. Bagaimana mereka tidak begitu besarnya cinta kepada Allah …. Bagaimana mereka tidak memperjuangkan dinnul Islam. Toh meninggalnya pun tidak dalam kondisi baik. Ada yang tewas dalam perang, terbunuh mengenaskan dan banyak lagi ….” Semua ini memang sudah jalan yang digariskan oleh Allah. Yakinlah, kalau dibalik kesulitan luar biasa yang dialami seorang manusia, pasti Allah akan memberikan hikmah yang terbaik. Jika tidak di dunia, pasti di akhirat kelak.

Dokter mencontohkan dengan apa yang terjadi di Aceh. Bagaimana porak porandanya propinsi itu saat terjadi Tsunami. Berapa ratus ribu warganya yang meninggal dan hilang dalam bencana besar itu. Tapi lihatlah apa yang terjadi pascatsunami ? Tidak ada lagi GAM di sana. Masyarakatnya kini hidup jauh lebih baik dan syariah Islam diberlakukan di sana. “Dan itu adalah berkat Tangan Tuhan,” tutur dokter Bahar.

Lalu dia menambahkan, saat pulang dari Aceh, dia membawa seorang anak perempuan Aceh yang seluruh keluarganya tewas dibenam tsunami. “Saya bawa anak itu pulang ke Jakarta dan hanya kami berdua yang menjadi penumpang di pesawat Hercules. Tidak ada penumpang yang lain. Ketika itu malam hari dan cuaca cukup cerah. Bulan bersinar terang …. Dikelilingi bintang-bintang. Anak kecil itu menunjuk bintang dan bilang pada saya …. “Pak Dokter, diantara bintang-bintang itu …. Pasti ada bapak, ibu, kakak dan adik saya. Saya yakin … mereka akan selalu ada untuk menerangi hidup saya. Dan menyambut … kalau suatu saat nanti saya menyusul mereka.”

Saya tercekat mendengar kisah mengharukan itu. Hati kecil saya membenarkan. Dokter betul. Saya tahu Siska bukan orang jahat yang harus menerima musibah begitu berat seperti yang harus ditanggungnya saat ini. Dia orang baik. Sangat baik. Perjalanan hidupnya memang berliku …. Penuh cobaan, yang kadang saya merasa, jika saya harus mengalami seperti yang dia alami mungkin saya belum tentu sanggup. Tapi dia menerima semua cobaan ini. Dengan ikhlas dan senyum. Mungkin kemarin dia memang shock berat. Tapi itu adalah reaksi yang sangat wajar. Reaksi ketakutan seorang ibu yang cemas akan nasib anaknya yang divonis lahir cacat atau meninggal. Seperti apa bentuk anak saya …. Apa yang terjadi setelah dia lahir kelak. Apakah langsung meninggal .. tapi kalau pun hidup …. Dia takut bayinya akan menderita. Dan bermacam ketakutan yang lain …. Yang sangat wajar dirasakan seorang ibu.

Saya pun dulu pernah mengalami itu. Ketika saya anak kedua saya, lahir meninggal pada 1997. Mungkin, jika Siska …. Dia masih punya waktu untuk menentramkan diri. Dan berdamai dengan perasaannya. Tapi tidak dengan saya. Ketika sang jabang bayi sudah waktunya lahir … ternyata setelah diperiksa di bidan, diketahui detak jantung anak saya sudah tidak ada. Atau denyutnya sangat lemah. Akhirnya saya dirujuk ke rumah sakit besar. Dan setelah diperiksa oleh dokter, ternyata dokter hanya bilang. “Ibu … bayi ibu sudah nggak ada. Sekarang ibu hanya konsentrasi, menyiapkan tenaga untuk melahirkan bayi ibu …. Kami minta maaf.” Saya tercekat. Cuma bingung. Kok bisa …. Padahal beberapa jam lalu dia masih bergerak aktif diperut saya ? Bahkan sampai detik ini pun rasa sakit khas orang mau melahirkan masih saya rasakan. Begitu sakit seperti halnya janin yang berteriak … “Ma, aku mau keluar!” Saking nggak tahan … saya sampai melompat turun dari tempat tidur, dan air ketuban yang berwarna hijau busuk mengucur dengan deras. Suster yang melihatnya, langsung berteriak. “eeeeh, Ibu …. Kenapa turunnn … itu air ketubannya sudah pecah …. Ibu waktunya melahirkan. Ayo naik lagi ….”

Dibantu suster saya pun naik ke ranjang. Dan akhirnya … keluarlah anak saya. Begitu gampang … sama sekali tidak menyusahkan. Dan rasa sakit diperut saya langsung menghilang. Suster mengucapkan Allahu akbar. Dia bilang … anak saya tampan sekali. Laki-laki, putih. Beratnya 3,5 kg dan panjangnya 50 cm. Saya cuma tanya pada suster. “Dia udah nggak ada kan, suster?” Suster menggeleng dan menyodorkan bayi itu ke saya …. “Bu, Ibu mau lihat …. Bayi ibu ganteng sekali …..” Tapi saya menggeleng. “Nggak sus … saya nggak mau lihat. Saya nggak mau lihatt ….” Saya terus menolak sambil memalingkan wajah. Buat saya … sudah cukup. Saya tidak mau wajah tak berdosa itu nantinya akan selalu terbayang di pelupuk mata saya. Tak ada tangis. Karena saya sibuk bertanya … kenapa anak saya meninggal? Saya terkena virus apa?! Kenapa tidak ada tanda apa pun sebelumnya ….. Dan berbelas pertanyaan kenapa terus mengusik saya ….. Sampai suster yang sedang ‘membenahi’ saya bingung menjawabnya. (Dikemudian hari … saya baru tahu kalau saat lahir, bagian tubuh anak saya … separuh sudah membiru).

Tangis saya baru meledak ketika saya dibawa keluar dari ruang persalinan. Karena melihat anggota keluarga yang menyambut sambil menangis sedih dan mengucapkan belangsungkawa. Sepanjang jalan menuju kamar rawat, sambil memegangi tangan Abi, pertanyaan …semalam masih gerak-gerak …. Kenapa sekarang nggak ada ?! Terus terlontar dari mulut saya. Tidak ada yang tahu … penyebab kematian anak saya …. Bahkan Dokter Bahar sekali pun yang kemudian merawat mengatakan, masih dalam penelitian para dokter di rumah sakit itu. Dan berusaha meneguhkan hati saya….. Beliau bilang, “Insya Allah Silvi …. Anakmu akan menjadi kendaraanmu menuju surga, kelak. Dan percayalah … Tuhan akan memberikan pengganti yang terbaik buat kamu.” Dan memang …. Akhirnya saya mendapatkan pengganti dua kurcaci jagoan. Adin dan Abim yang kini tumbuh sehat dan pintar. Meski untuk mendapatkannya saya kembali harus berjuang hidup dan mati…. Waktu melahirkan Adin saya mengalami pendarahan hebat, hingga dibawa ke UGD … dan saat melahirkan Abim lewat cesar …. Saya harus merasakan sakaratul maut. Hingga akhirnya dokter menvonis saya tidak boleh melahirkan lagi.

Setelah kepergian Azzura Adzumadi Azra atau Ara …. Kadang di malam hari, saya duduk termangu menatap langit. Terlebih jika langit sedang cerah. Menatap bulan yang bersinar penuh. Menatap bintang yang bersinar terang ….. Dan saya selalu mencari-cari diantara bintang di langit … mungkin ada malaikat kecilku di sana. Dia tersenyum hingga sinarnya memancar begitu benderang. Dan dalam hati, saya selalu berucap. “Ara … tunggu Mama ya …. Baik-baik ya … kamu di sana.”

Mungkin, apa yang saya rasakan dulu … juga dirasakan Siska saat ini. Belakangan, dia berujar. “Kakak-kakakku sudah melalui banyak hal. Dan mereka kuat juga mampu. Aku yakin … aku juga pasti mampu melewati semua cobaan ini,” katanya mencoba ikhlas. Yaaa Sis, kamu pasti mampu. Karena meski dia adik saya …. Tapi dia adalah guru saya dalam hidup. Cermin saya untuk berkaca ketika saya merasa putus asa saat menghadapi berbagai masalah. Berkaca untuk kemudian menjadi malu …. Kalau dia saja mampu, mengapa saya yang lahir lebih dulu dari dia … tidak mampu? Sempat terbersit dalam diri saya, kalau ternyata memang hasil terburuk yang kami terima …. Saya akan mengajak Siska untuk memandang langit dan melihat bintang. Lalu saya akan bilang sama dia. “Sis … lihat, diantara bintang terang di langit …. Ada malaikat kecil kita disana. Jadi kamu nggak usah takut. Dia hanya pergi sementara, untuk kemudian berkumpul lagi bersama kita.”

Sesuai kesepakatan, akhirnya siska melahirkan tanpa harus menunggu usia kandungan 40 minggu. Usai memotong kambing saat Idul Adha di Cibinong, kami semua …. Kakak dan adiknya, mengantar dia ke RS. Budi Kemulyaan …. Dan dia harus dioperasi malam itu juga. Saya dan Kak Lis, kakak pertama, tidak menemani. Karena harus menengok suaminya yang juga dirawat di RS Puri Medika lantaran tipus. Sebelum masuk kamar operasi, Siska berpesan pada Kak Cheri …. “Kak, kalau memang anakku ternyata nggak bisa ditolong … kasih tahu keluarga di Cibinong untuk menyiapkan semuanya. Tolong perlakukan dia dengan sepantas-pantasnya …..”

Tuhan memang Maha Kuasa …. Janin yang dilahirkan adik saya lahir sehat. Meski dia harus memiliki tambahan beban – yakni daging tumbuh di tubuh bagian samping kanannya. Bukan leher seperti yang tertera di USG. Besarannya hampir sama dengan besar tubuhnya. Daging tumbuh itu diketahui adalah Limfangioma. Yakni tumor jinak pada pembuluh kelenjar getah bening. Sementara jemari tangan kanannya juga membesar dan terdapat dua benjolan kecil. Setelah diobservasi oleh Dokter bedah yang langsung didatangkan dari RSCM, dokter itu menyatakan sebenarnya bayi itu masih bisa dioperasi, karena letak daging tumbuhnya diluar kerangka tubuh sang bayi. Namun harus menunggu hingga berat badan sang bayi mencapai 4 atau 5 kg baru operasi bisa dilakukan.

Esoknya, ketika saya menjenguk dan melihat ke kamar rawat bayi. Nouval Rizki al Farisi, nama bayi itu sedang dirawat dan diinfus. Saya memandanginya, iba. Prihatin. Tapi bersyukur dia masih hidup. Dalam hati saya hanya berujar, Terima kasih Tuhan … ternyata kuasa-Mu mampu membalikkan vonis apa pun … semoga anak laki-laki yang lahir ini … bisa memberikan berkah untuk kedua orangtuanya. “Nouval, semoga kamu memiliki daya juang yang kuat seperti ibumu …. Sehingga kamu bisa mengatasi kesulitan dan rasa sakit yang harus kamu tanggung sejak saat kamu dilahirkan. Semoga kamu juga bisa kuat ketika waktunya harus menjalani operasi itu tiba. Bertahan sayang, kami selalu berdoa dan berharap yang terbaik untuk kamu. Dan selalu yakin, Allah akan selalu bersama orang-orang yang sabar, ikhlas dan berserah diri. ….. Teruslah hidup dan menatap dunia. Dengan begitu, ajakan aku pada ibumu untuk melihat bintang di langit tidak akan pernah terwujud. Cukuplah aku saja yang menatap langit dan berucap, di antara bintang terang di langit, ada malaikat kecilku (bukan kita) …. di sana.


Ditulis oleh kakak senior gue di KAMAPALA:

Chelvia Ch Meizar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar